Sabtu, 27 April 2024  
Nasional / Jokowi Bela Inpres Megawati Terkait Kasus Mega Korupsi BLBI
Jokowi Bela Inpres Megawati Terkait Kasus Mega Korupsi BLBI

Nasional - - Kamis, 27/04/2017 - 10:20:44 WIB

JAKARTA situsriau.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait penetapan bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Menurut Jokowi, SKL yang keluar dari Instruksi Presiden (Inpres) Mega itu sulit dipertanyakan.

"Bedakan mana kebijakan dan mana pelaksanaan. Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, dan Instruksi Presiden adalah kebijakan, bukan pelaksanaan," ujar Presiden Jokowi di Inacraft, Jakarta Convention Center, Rabu (26/4/17).

SKL BLBI dikeluarkan Presiden Mega lewat Inpres Nomor 8 Tahun 2002. Inpres itu diterbitkan untuk memberikan jaminan hukum kepada debitur yang menyelesaikan kewajibannya membayar BLBI.

Dalam pertimbangannya, Inpres tersebut dikeluarkan berdasarkan pada ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor VI/MPR/2002 tentang rekomendasi yang berkaitan dengan perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Dalam Inpres itu antara lain disebutkan bahwa kepada para debitur yang menyelesaikan kewajiban pemegang saham, diberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan dalam rangka jaminan kepastian hukum.

Presiden Jokowi menambahkan, kebijakan yang dikeluarkan Mega kala itu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Jadi, tidak bisa langsung dikaitkan dengan dugaan korupsi yang ada. "Lebih detilnya, tanyakan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lagi," ujarnya.

KPK pada Selasa (25/4) menetapkan Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim senilai Rp4,8 triliun. KPK menyebut kasus ini merugikan negara Rp3,7 triliun.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham dalam hal ini SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan.

Hal itu, lanjut Basaria, sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN. KPK lantas meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. (sr5, tc)

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved