Kamis, 09 Mei 2024  
Lingkungan / BBKSDA: Konflik Manusia dengan Satwa di Riau Capai 35 Kasus
BBKSDA: Konflik Manusia dengan Satwa di Riau Capai 35 Kasus

Lingkungan - - Sabtu, 24/11/2018 - 16:27:52 WIB

PEKANBARU, situsriau.com - Konflik antara manusia dengan satwa di Provinsi Riau masih saja terjadi. Berdasar data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, tercatat ada 35 konflik yang terjadi selama tahun ini. Konflik itu tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Riau.

Kepala BBKSDA Riau Suharyono mengatakan, konflik manusia dengan satwa paling banyak terjadi di Kabupaten Kampar. Ada 7 kasus yang tercatat, seperti konflik dengan Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) dan Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus).

Kemudian disusul dengan Kabupaten Siak serta Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Masing-masing ada 6 kasus. "Di Kampar paling sering terjadi konflik dengan Macan Dahan, Beruang Madu dan Gajah Sumatera. Kalau di Kuansing itu dengan Buaya Sinyulong, Ungko dan Siamang," sebut Suharyono,  baru-baru ini.

Jumlah ini kemudian disusul oleh Kabupaten Bengkalis sebanyak 5 kasus. Di mana, beruang madu dan gajah sering muncul bahkan konflik dengan warga disana. Selanjutnya Kabupaten Pelalawan ada 4 kasus. Terdiri dari Harimau Sumatera, Buaya Muara, Beruang Madu dan Gajah Sumatera.

"Di Inhil ada 3 kasus diantaranya harimau Sumatra, buaya muara dan beruang madu. Bukan hanya di kabupaten saja, tetapi di Kota Pekanbaru juga ada konflik dengan satwa. Tercatat ada 2 yaitu dengan gajah," katanya.

Terakhir ada di Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Masing-masing hanya 1 konflik. Di Meranti dengan buaya muara sedangkan di Inhu dengan harimau Sumatera.

Tingginya angka konflik manusia dengan satwa dilindungi ini disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena makin sempitnya habitat mereka. Banyak alih fungsi hutan menjadi perkebunan.

"Hewan-hewan itu merasa wilayah jelajahnya sempit. Apalagi perburuan terhadap pakan satwa liar juga banyak, sehingga terkadang satwa itu keluar habitatnya untuk mencari makan," sebutnya.

Ditambah lagi, banyaknya masyarakat yang memburu babi dan memasang jerat mengakibatkan kurangnya pakan para satwa tersebut. "Contohnya saja banyak pemburu memasang jerat babi. Babi salah satu sumber makanan harimau," ungkap mantan Kepala BBKSDA Bali tersebut.

Meski begitu, BBKSDA Riau tak tinggal diam. Pihaknya kata Suharyono, sudah melakukan berbagai cara untuk menekan angka konflik. Diantaranya melakukan sosialisasi dengan masyarakat yang tinggal dekat hutan.

"Masyarakat diminta untuk tidak memasang jerat, tidak membuka perkebunan sawit di hutan dan tidak mengganggu habitat para satwa tersebut," jelasnya.

Sementara itu, jika terjadi konflik, masyarakat juga bisa menghubungi BBKSDA Riau. Dengan cara menghubungi nomor telepon 081374742981. "Kami akan kirim personel yang paling dekat dengan lokasi temuan satwa liar dan jika terjadi konflik dengan manusia," ujar Suharyono.

Selain sosialisasi, BBKSDA Riau juga berkoordinasi dengan instansi terkait. Seperti TNI, Polri, dan aparat pemerintah setempat. "Kami melakukan koordinasi agar penanganan konflik bisa lebih cepat dan tepat sasaran," ucapnya.

"Biasanya jika sudah terjadi konflik, satwa itu akan digiring ke habitat asal. Tetapi jika tidak bisa maka akan kami lakukan evakuasi," pungkasnya.(*)

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved