Jum'at, 29 Maret 2024  
Nasional / Sumbar Tuntut Kemenkeu Setorkan Bagi Hasil PAP PLTS Koto Panjang
Difasilitasi Komisi III DPR RI
Sumbar Tuntut Kemenkeu Setorkan Bagi Hasil PAP PLTS Koto Panjang

Nasional - - Jumat, 13/01/2023 - 12:54:41 WIB

JAKARTA, situsriau.com- Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) siap memfasilitasi sistem bagi hasil Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang. Sejak tahun 2020 Pajak PAP tersebut sepenuhnya diberikan  kepada Riau. Sementara Provinsi Sumbar sama sekali tidak lagi mendapatkannya.

Kesiapan Kemendagri tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPRD Sumbar Drs H Asra Faber MM kepada media ini, Kamis (12/1/2023) usai melakukan pertemuan dengan Plh. Direktur Pendapatan Daerah Kemendagri Budi Ernawan di Jakarta. Selain Komisi III, juga hadir pada pertemuan itu Ketua DPRD Sumbar Supardi.

"Kemendagri siap menfasilitasi sistem bagi hasil Pajak Air Permukaan PLTA Koto Panjang," kata Asra Faber menyampaikan hasil pertemuan Komisi III DPRD Sumbar dengan Kemendagri tersebut.

Kemendagri, kata Asra Faber, dalam waktu dekat akan memanggil pihak PLN karena tidak ingin nanti berdampak kepada operasional PLN dimana air yang digunakan dalam waduk PLTU itu terletak di dua Provinsi. 

"Tentu harus diupayakan keadilan dalam berbagai bentuk termasuk dalam bantuan CSR (Corporate social responsibility)," ujar Asra Faber.

Pada pertemuan itu, Asra Faber menyampaikan, Kemendagri selaku penengah harus berupaya menegakkan keadilan. "Karena sejak 2020 PLN tidak lagi setor 50 % kepada Pemda Sumbar. Padahal sejak 2009 PLN setor fifty fifty untuk Sumbar dan Riau," ujar Asra Faber.

Hal itu jelas merugikan rakyat Sumbar, yang selalu kena dampak proyek pembangkit listrik PLN tersebut. Khususnya masyarakat yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota, terutama yang berada di Kenagarian-kenegarian di Kecamatan Pangkalan akibat meluapnya air waduk ULP PLTA tersebut dan mengakibatkan banjir.

Selain itu, yang punya air di hulu proyek PLN yang terletak di Kabupaten Kampar Riau tersebut adalah sungai-sungai dan wilayah Sumbar.

"Jadi hal yang sangat lucu. Sumber airnya dari Sumbar, waduknya juga sebagian ada di wilayah Sumbar dan dampaknya bila terjadi banjir, juga rakyat Sumbar yang menderita. Nah, sekarang kenapa Sumbar tidak mendapatkan sama sekali hak atas pajak air permukaan tersebut?" ujar Asra balik bertanya.

Surat Dirjen Binkeu Daerah Kemendagri

Sebagai informasi, PLTA Koto Panjang berada di wilayah Bangkinang yang masuk Kabupaten Kampar Riau. Namun sumber airnya berasal dari daerah hulu di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar. PLTA ini memiliki kapasitas pembangkit sebesar 3 x 28 MW.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah, retribusi boleh dipungut dimana Objeknya dikelola. Sehingga Sumbar dan Riau awalnya berbagi pajak PAP yang dibayarkan PLN. 

Namun pada tahun 2020, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri mengeluarkan surat nomor 973/2164/KEUDA tanggal 5 Mei 2020 tentang Penyelesaian Pajak Air Permukaan PLTA Koto Panjang.

Menurut surat tersebut, seluruh pajak PAP masuk ke kas Riau. Padahal sebelumnya, PAP dari PT PLN (Persero) sebesar Rp3,4 miliar dibagi dua antara Riau dan Sumatera Barat.

Menurut laman resmi Kementerian Keuangan, pajak air permukaan adalah pajak pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Air dalam konteks PAP yakni air yang berada di permukaan tanah dan tidak termasuk air laut. PAP merupakan salah satu pajak daerah yang jadi wewenang pemerintah provinsi. 

Untuk pemungutannya, PAP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak PAP dikenakan bagi pribadi atau badan usaha yang mengambil atau memanfaatkan air permukaan. 

PAP tidak dikenakan untuk air permukaan yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian dan perikanan rakyat dan kebutuhan rumah tangga. 

Air permukaan yang bisa dikenakan pajak air permukaan seperti pemanfaatan air permukaan untuk pembangkit listrik, wisata air, air baku perusahaan air minum, dan kegiatan komersial lainnya. 

Sementara besaran pajak PAP yang dibayarkan ditetapkan oleh peraturan daerah lewat perhitungan nilai perolehan air permukaan (NPAP) yang meliputi jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pemanfaatan air, volume air yang dipakai, kualitas air, luas area pemanfaatan air, dan tingkat kerusakan akibat pengambilan air dari sumbernya. 

Berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), besaran tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Beberapa provinsi di Indonesia menggunakan tarif tertinggi untuk pajak PAP.

Namun dalam kasus PAP PLTA Koto Panjang tentu tidak bisa dilihat hanya dari sisi objeknya saja, dalam hal ini turbin PLTU yang memang berada di wilayah provinsi Riau. Sebab PLTU tersebut merupakan satu kawasan yang terpisahkan antara dua provinsi, yakni Riau dan Sumbar. Jadi, mesti dilihat secara berkeadilan. 

Terhadap keputusan Kemendagri itu, sebenarnya ketika Sumbar masih dipimpin Gubernur Irwan Prayitno pada tahun 2020 sudah melayangkan protes atas dana dari PAP yang seluruhnya masuk ke kas Riau. Hanya saja sampai saat ini protes Sumbar itu tak kunjung ada hasilnya. (rls)

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved